Pages

Labels

Sunday 2 August 2015

Jangan Hina Makanan


Pangan, Sandang, Papan.

Terserahlah siapa diantara mereka yang terlebih dahulu di pentingkan, tapi yang jelas ketiganya adalah hal pokok yang menjadi primer diantara yang primer

Saya sangat konsen dengan yang namanya pangan, biasa kita sebut dengan nama makanan, food, atau entahlah sebutan daerah masing -masing.

Tiga tahun bercongkol di sekolah memasak membuat saya paham akan arti memasak dan susahnya membuat suatu hidangan. Tak ayal, kalo misalnya saya menyebut diri saya sebagai orang yang sangat menghormati makanan, seburuk apapun itu.

Saya sangat menjaga dan tidak ingin menghina suatu makanan, karena saya paham sekali, ada banyak perjuangan di suatu hidangan yang kita makan, ada sebuah cinta yang di titipkan, dan banyak sekali rasa ragu-ragu apakah makanan yang di buat sudah mampu membuat keluarga atau temen, atau siapapun tujuannya merasa puas.

Intinya banyak sekali sebuah pengharapan di balik hidangan yang kita makan.

Menghina makanan, hanya akan membuat sang pembuatnya mengubur dalam - dalam harapan itu.

Saya tak ingin menghina makanan yang ada di depan saya, apalagi jika itu adalah buatan ibu, keluarga atau tman bahkan mungkin nanti kelak pendamping hidup saya.

Saya pernah denger kisah Nabi Muhammad SAW yang sangat bijak menyikapi suatu hidangan yang ia makan, ia tak akan pernah menghina makanan yang ia makan baik itu buruk, keasinan, atau kemanisan, atau sebagainnya, kalo ia tak suka, ia akan pergi dan tak memakan, makanan itu.

Entah apakah itu kisah benar atau tidak, setau saya, saya pernah mendengar kisah itu dari guru agama SMP saya.

Tapi dari itu saya belajar, betapa makanan sangatlah menyimpan banyak misteri yang mengagumkan.

Memang ada pengecualian untuk kita membolehkan berkomentar dengan apa yang kita makan, atau memberikan penilaian.

Seperti ketika kita makan di warung makan, sangatlah wajar kalau kita menuntut sang pembuat untuk membuat makanan yang enak, karena itu hak kita.

Lalu jika anda ada di sebuah lomba memasak seperti master chef, hell's kitchen atau sebagainya, wajar jika anda di komentari oleh juri tentang masakan anda, karena emang itu tempatnya.

Lalu ketika anda bekerja sebagai chef di sebuah restaurant atau tempat makan, tak salah bila anda di hina oleh kepala chef jika makanan yang anda buat tak enak, karena itu akan membuat pelanggan pergi.

Atau anda di minta komentar oleh keluarga anda tentang makanan yang di buat, meski dalan kondisi ini, berbohong untuk membuat sang pembuat makanan mencapai harapannya, sangatlah lebih baik di lakukan.

Tapi intinya makanan tetaplah makanan, saya sangat tidak suka jika ada seseorang yang sangat semena-mena menilai makanan tersebut keasinan, kemanisan, kepedesan, atau sebagainya, apalagi jika dalam kondisi yang tidak di minta.

Ibu terutama, makanan beliau adalah makanan yang dibuat dengan tangan cinta penuh harap yang tak tau mana ujungnya. Makanan yang ia buat untuk suami dan anak-anaknya, sangat berisi makna.

Ada sebuah harapan kecil di dalam hatinya, ketika melihat suami dan anaknya memakan makanan itu, ia berharap sebuah pujian kecil. Pujian yang akan membuat ia tersenyum dan membuat ia menjadi lebih semangat dalam memasak.

Dalam makanan ada cinta.

Saya percaya akan itu.
Seburuk atau segosong apapun makanan itu di dalamnya tetap ada CINTA
:)

2 comments: