Gerbang
ini biasanya dibuka untuk umum tanpa syarat, terkadang malah dijadikan akses
jalan pintas untuk semua kalangan. Tapi hari ini, aku sama sekali tidak bisa
memasukinya dengan mudah. Temanku kemarin terpaksa diusir, padahal hanya
sekedar ingin mencari makan di tempat ini. Semenjak banyak kasus kejahatan terjadi
di tempat ini, semua sistem berubah. Walaupun banyak pertanyaan di benakku,
kenapa bisa begitu mudah orang asing masuk dengan senjata tajam ke dalam Universitas
Milenium yang terkenal dan besar ini.
Penjaga-penjaga
pos itu kembali menatapku dengan tajam, sedangkan aku masih berdiri tegak di
depan gerbang unmil yang sekarang
sudah mulai di portal. Para penjaga yang berjumlah empat orang itu, ada yang
memerhatikanku, ada yang tidak, tapi ada satu orang penjaga yang melirik sinis
dengan penuh amarah. Entahlah, padahal aku hanya ingin masuk ke tempat ini
untuk mencari makan, hanya itu.
Aku
benci perubahan sistem karena bukan cuma aku yang terkena dampak. Tapi warga
sekitar pun merasakan, mereka seolah tidak lagi memiliki unmil seperti dulu karena mereka harus masuk dengan banyak
peraturan.
Aku
juga melihat ada beberapa mahasiswa yang masuk kampus dengan syarat yang aneh.
Mereka wajib menunjukkan stiker berwarna yang di tengahnya ada lambang unmil, agar bisa dengan leluasa keluar
masuk universitas. Setelah kulihat-lihat, sepertinya stiker itu semacam
identitas pengenal yang membuktikan kalau mereka mahasiswa unmil asli.
“Oh
jadi seperti itu?”
Coba
aku bisa punya stiker seperti itu, mungkin saat ini aku bisa dengan mudah masuk
ke dalam tanpa harus diperhatikan dengan sinis oleh orang-orang yang berbaju
sama ini. Sayangnya, aku tidak punya stiker bahkan tidak punya kendaraan untuk
menempelkan stikerku. Hari ini atau bahkan seterusnya, tidak mungkin.
Aku
benci tatapan penjaga portal itu. Andai aku bisa mendekatinya, aku ingin melakukan
sesuatu kepada wajah jeleknya. Sayangnya aku tahu, manusia adalah makhluk Tuhan
yang paling suka berbuat gila bahkan anarkis hanya untuk menegakkan sebuah
peraturan.
Aku
kembali termenung sambil tetap berdiri lucu. Berapa banyak makhluk yang tidak
bisa masuk ke unmil seperti dulu
semenjak peraturan gerbang masuk ini berubah? Aku mulai bertanya, penutupan
gerbang ini bukan cuma menghalangi rezeki para warga, tapi juga menghalangi
cinta beberapa makhluk di tempat ini.
Seperti
kawanku kemarin, si Jono yang sudah tidak bisa menemui kekasihnya yang berada di
fakultas kehutanan. Aku tahu saat itu si Jono yang hanya seorang petualang
pencari makan, tiba-tiba bertemu dengan sosok Vina yang sudah beberapa tahun
ini berada di Fakultas Kehutanan untuk mencari makan juga. Mereka jatuh cinta,
bahkan sempat bercinta pula di tempat itu. Sekarang aku tidak bisa membayangkan
bagaimana perasaan Vina, karena Jono saat ini sudah tidak bisa dengan mudah
menemuinya. Ya, walaupun aku tahu, Jono sekarang sudah punya pengganti lain
bahkan bercinta lagi dengan pasangan lain. Dasar kucing garong!!!!
Berbeda
lagi dengan nasib kawanku si Uli. Dia melewati tempat ini hanya agar lebih
cepat sampai ke tempat keluarganya menetap. Dia adalah pencari makan yang
sangat sayang keluarga. Bahkan dengan badannya yang renta, dia hanya bisa
membawa satu ikan lalu memberikannya kepada empat anak-anaknya di seberang
sana. Saat ini, Uli harus mencari jalan lain yang jaraknya lebih jauh dan
melelahkan. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana si tua itu tidur kalau malam
dengan badan yang letih.
“Aku
hanya ingin masuk!”
Pria
penjaga itu hanya menatap ku dengan sadis.
“Aku
hanya ingin masuk mencari makan!”
Kembali
pria itu hanya melirik bersiap-siap.
Kurang
ajar, ini semua karena para penjahat itu. Mereka merubah sistem yang dulunya
mudah menjadi sulit. Sistem yang akhirnya disetujui petinggi mahasiswa di setiap
fakultas, lalu disetujui rektor ini, benar-benar menyusahkan semua orang, semua
aspek, bahkan semua makhluk.
“Kurang
ajar!!! Aku hanya ingin masuk!!!!!”
Aku
berteriak sambil menyambar dan berlari menuju pria itu. Ia bersiaga dengan
pukulan sejata yang tergantung di sebelah kanan kantong celanannya. Ia memukulku,
dan aku terbanting jauh dari tempat pria itu berdiri. Kesakitan, lalu kembali ke
posisi sambil menatap pria itu sebentar, lalu aku pergi dengan ke empat kakiku dan
melihatkan pantatku pada pria penjaga itu.
Sayup-sayup
aku mendengar pria itu memaki.
“Dasar
kucing liar! Pergi sana, jangan cari makan di tempat ini!”
“Meoongg…..”
sahut ku.