Pages

Labels

Monday, 10 December 2018

Perempuan dengan Setumpuk Pikiran dan Pria yang Menghantuinya


Perempuan ini telah sering kuceritakan berulang-ulang kali di beberapa tulisanku terakhir di tempat ini. Perempuan yang secara sepakat denganku, menjalani kisah kami berdua. Perempuan yang secara sepakat ingin memiliki cita-cita bersama berdua. Perempuan yang mengajarkan banyak dan mendewasakan diriku.

Perempuan yang kuat. Entah, apa aku punya kiasan lain untuk menggambarkan bagaimana kondisinya selain kata kuat. Perempuan yang punya begitu besar harapan dan cita-cita. Melangkahkan kakinya dengan tidak mudah.

Setahun yang lalu, aku mengarungi perkuliahan terakhirku. Ditemani olehnya, aku mengerjakan semuanya dengan begitu banyak tekanan. Tidak perlu didebat, kita sepakat bahwa mengerjakan skripsi di akhir tahun perkuliahan itu adalah pekerjaan berat, bukan? Bahkan ada sebagian dari kawan-kawanku sendiri yang menyentuh seminar awal pun belum. Ia setahun yang lalu, menemaniku melewati ujian terakhir sampai akhirnya wisuda dan bahkan menemaniku mendapatkan pekerjaan kemudian.

Sekarang. Gantian.

Ia adalah adik tingkatku sendiri di kampus. Beda jurusan memang, tapi masih satu tempat kuliah. Bila setahun yang lalu, aku yang melewati masa skripsi. Maka sekarang gantian dirinya. Tapi ia tidak memilih dengan cara biasa.

Dulu, ketika aku mengerjakan skripsi. Aku tidak punya pekerjaan lain, selain menyelesaikan skripsi itu sendiri. Sedangkan dirinya, mengambil jalan beda. Jauh sebelum masa skripsi itu datang, ia memutuskan untuk mengetuai organisasi mahasiswa di kampus. Bahkan organisasi terbesar dan paling berpengaruh. Bukan menjadi anggota biasa, tapi dia memutuskan menjadi ketuanya.

Saat itu, aku sudah mengingatkan soal beratnya masa skripsi kelak. Menambah dengan pekerjaan mengetuai sebuah organisasi berpengaruh di kampus, rasanya akan menjadi tambah berat. Tapi ia meyakinkanku. Bahwa dirinya mampu. Lantas saat itu, baiklah berjalan semuanya.

Ia berhasil mengetuai dan masa skripsi itupun datang.

Menjadi ketua tidak mudah. Membawahi banyak orang, bahkan bertanggung jawab atas kesalahan bawahan, rasanya jadi makanan setiap harinya. Menjadi ketua tidak mudah. Melakukan yang salah, banyak yang protes. Melakukan yang benar, tetep masih dicari kesalahannya. Begitulah rasanya memimpin yang dirasakannya.

Belum ditambah dengan tugas-tugas kampus yang masih ada. Makin membuatnya terlihat penuh dengan beban. Lagi, ditambah dengan kewajiban menyusun skripsi.

Jujur. Sumringah ketika awal sekali ia menjadi ketua hingga hari ini, jauh berbeda. Meski lisannya tak pernah berusaha menyalahkan pekerjaan mengetuai organisasi ini, tapi nyatanya mata, tarikan nafas, tak akan pernah bisa berbohong. Pikiran telah menumpuk berat di pundaknya, semakin hari semakin membuatnya seperti kehilangan gairah untuk hidupnya.

Mungkin tak banyak yang bisa kuceritakan di dalam sini. Tapi aku tau segala hal yang dihadapinnya selama menjadi ketua. Betapa banyaknya hal-hal menyebalkan. Drama dari orang-orang yang tidak suka dan kerap mencari celah untuk memaki. Lalu bagaimana orang-orang yang menjadi teman penggerak organisasi yang semakin lama semakin tidak sejalan dan menunjukkan wujud asli mereka. Adalah begitu banyak hal yang membuatnya semakin terlihat memiliki tatapan kosong.

Lalu ditambah dengan tekanan tugas kampus dan kewajiban menyelesaikan skripsi. Rasanya semakin membuatnya seperti kehilangan fokus. Bahkan, mungkin kehadiranku juga sedikit banyaknya membuat dirinya semakin berat.

Meski begitu. Walau beratnya yang teramat sangat bahkan sampai tidak mampu aku deskripsikan dengan baik. Ia nyatanya mampu melewati semua. Ia bahkan mampu melakukan ujian seminar pertamanya. Bahkan menjadi mahasiswa pertama di angkatannya yang melakukan seminar. Hasil dari seminar proposal skripsinya pun cukup baik. Walupun minus beberapa jam menjelang seminar, ia harus dihadapkan lagi-lagi oleh drama-drama organisasinya.

Di atas motor, berdua ia mencurahkan segala masalahnya kepadaku dan bagaimana kegelisahannya, padahal sebentar lagi ia harus melakukan seminar yang membutuhkan fokus lebih. Untunglah, semua bisa terlewatkan. Tapi, selesainya seminar 1 tidak membuatnya bisa sedikit longgar. Tugas perkuliahan masih ada, menjadi ketua masih sekitar beberapa minggu lagi, bahkan revisi hasil seminar proposal dan keberlanjutan skripsi juga masih ada.

Aku berusaha menjadi bagian darinya. Berusaha membantu meniti berat yang ia punya. Tapi, terkadang aku sendiri masih menjadi hantu yang kerap bukan membantu, tapi malah menambahkan beratnya. Kadang aku merasakan betapa gemuruhnya perasaan kekasihku itu.

Aku tahu, semua ini berkecamuk dalam dadanya. Berteriak minta diselesaikan seluruhnya bersama-sama. Tapi ia manusia biasa, ia perempuan biasa, ia sama seperti lainnya. Ia punya batas mampu.

Sampai beberapa hari belakangan ini. Rasanya aku benar-benar merasakan dirinya yang teraduk-aduk dengan berbagai macam hal.

Sampai aku memutuskan menuliskan ini. Pesan singkat untuk kekasihku, Niwa.

Kasih.

Kau sudah membuktikan banyak hal. Bahwa engkau mampu meski sedang menyandang gelar ketua. Engkau mampu menyelesaikan kewajiban asli mahasiswamu, meski semua orang tahu bahwa engkau juga memiliki tanggung jawab pemimpin. Engkau berhasil melewati segala macam hal, yang terperih dari menjadi ketua. Melewati para pembencimu, melewati teman-teman yang sebagian sudah mungkin kehilangan rasa terhadapmu. Serta beban-beban lainnya.

Kadang semua ini perlu dilewati. Jangan gundahkan mereka yang membenci, jangan gundahkan teman-teman yang mulai menepi darimu dan meninggalkanmu sendiri. Percayakan pada waktu, bahwa alam akan membawa kesadaran mereka pada kenyataan yang sedang menghinggapimu.

Tetaplah tegak, tetaplah percaya, tetaplah jadi orang baik. Teman-teman yang menepi, kelak akan kembali. Mereka hanya kurang mengetahui banyak tentangmu. Sedang kau sendiri, tidak punya tugas untuk menjelaskan pada mereka tentang dirimu. Biar mereka belajar pada alam, nanti alam yang menjelaskan pada mereka tentangmu sesungguhnya. Lantas kelak ketika mereka sadar dan kembali datang padamu. Engkau menyambut mereka dengan senyum penuh maaf.

Kasih. Engkau adalah perempuan kuat yang kutemui. Perempuan yang mampu melewati semua ini dengan bahagia. Aku bersyukur sepakat berdua denganmu

Kadang aku merindukanmu. Merindukanmu penuh seperti ketika semua beban belum menghampiri pundakmu. Tapi, aku mencintaimu penuh. Bagaimana pun keadaanmu.

Aku hanya tidak ingin engkau terus dipenuhi kebingungan, kasih. Dipenuhi ketidaktenangan. Aku selelalu bahagia ketika bisa melihatmu tersenyum saat sedang bersamaku. Aku ajak kau kemana saja, atau menemanimu kemana saja. Karena saat bersamalah aku sedikit banyaknya mampu mengalihkan semua kepenuhan di kepalamu. Tapi kita tau, mungkin kehadiranku tidak bisa sepenuhnya dalam sepenuh hari. Lantas setumpuk pikiran itu akan datang lagi jika kau tak bersamaku.

Tapi jangan risau kasih. Doa dan diriku sejujurnya ada bersamamu. Aku hanya bisa memintamu bersama kasih. Lewatilah semua ini dengan aku yang akan menemani. Tugasmu sebagai ketua sebentar lagi selesai. Lantas bisa kembali menatap kewajiban aslimu di skripsi. Aku juga yakin sebentar lagi skripsimu selesai. Semua akan berlalu, cepat atau lambat semua akan berakhir.

Jangan takut kasih. Engkau mampu lewati ini.

Kasih.

Sehatlah.

Aku membutuhkanmu untuk melangkah bersama di masa yang akan datang. Kapal kita sudah hampir siap. Kita pun sebentar lagi akan menaikinya dan berangkat. Badai di darat saat ini mungkin cukup berat, tapi di laut kelak, pasti akan lebih mengerikan lagi. Aku butuh kamu kasih, kita lewati badai kita sama-sama. Kita arungi lautan kita sama-sama.

Maaf bila aku masih kurang sempurna untukmu. Jangan lelah pada kekuranganku, kasih. Belajarlah kita sama-sama, tumbuhlah kita berdua.


Aku mencintaimu, Niwa.



 Tulisan ini dari Kekasihmu, Pandu...

0 comments:

Post a Comment