Pages

Labels

Friday, 26 February 2016

Mengurangi Korupsi Dengan Cara Menekan Jumlah Keturunan

Dewasa ini, kita telah puas disuguhkan berita yang hampir sama setiap hari, baik itu yang berada pada koran, televisi, media internet, bahkan informasi dari mulut ke mulut, tentang beberapa orang yang melakukan tindak pidana korupsi, yang dalam pengertian sederhananya yakni berusaha memperkaya diri dengan cara yang tidak benar.
Sehingga korupsi saat ini, seakan sudah menjadi hal yang lumrah untuk kita dengar di masyarakat Indonesia. Bahkan Indonesia di tahun 2014 mendapatkan skor 34 dari 100 poin untuk kebersihan negara dari tindakan korupsi, dan ini pula yang menyebabkan Indonesia menduduki peringkat 107, masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara tetangga lainnya. Dengan rendahnya prestasi Indonesia sebagai negara yang bersih dari tindakan korupsi seperti saat ini, apakah ini menjadi perhatian penting untuk diri kita?
Sebenarnya, korupsi dengan sangat mudah dapat dicegah, bahkan melalui hal-hal yang cukup sederhana, terutama melalui pendekatan  pendidikan dan pengajaran di dalam sebuah keluarga.
Namun sebenarnya korupsi juga dapat terus bertambah, jika pengajaran yang dilakukan salah, secara tidak langsung ditularkan oleh orang tua, yang terus-menerus diturunkan dan jika mata rantai ini tidak diputus, akan terus menularkan bibit –bibit koruptor dimasa depan.
Sebenarnya jika kita melihat kasus korupsi selama ini, korupsi dilakukan oleh seseorang atas dasar kebutuhan yang berlebih. Merasa tidak cukup, membuat seseorang melakukan korupsi tersebut. Lalu yang menjadi pertanyaannya adalah, mengapa para koruptor itu harus melakukan sebuah rutinitas pencarian harta haram? Apakah gaji mereka tidak cukup?
Jika itu pertanyaannya, sebenarnya jawaban yang pasti hanya bisa didapatkan dari sang pelaku korupsi itu sendiri. Namun, tetap yang mendasari seseorang melakukan kejahatan adalah atas dasar kebutuhan. Bisa jadi, semakin banyaknya anak, dan semakin banyaknya jumlah istri, akan berjalan beriringan dengan semua kebutuhan yang diharapkan. Dan dengan bibit inilah yang mengakibatkan korupsi itu bisa saja terjadi.
Dari sudut pandang kependudukan, sebenarnya korupsi bisa dan sangat dapat diatasi dengan cara menekan pertumbuhan pendudukannya. Jika kita kembali menelisik penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena banyaknya kebutuhan yang diinginkan oleh keluarganya, bisa jadi jumlahlah yang mempengaruhi ini semua.
Bayangkan saja, jika seorang koruptor memiliki lebih dari satu anak dan satu istri yang seluruhnya menuntut kebutuhan yang lebih. Saat itulah, mungkin saja sang pelaku korupsi akan mencoba memutar otak, untuk menemukan cara agar dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan keluarganya tersebut.
Semakin banyak anak, semakin banyak pula yang menuntut kepada kepala keluarga, yang akhirnya akan menjerumuskan sang kepala keluarga dalam lubang korupsi itu sendiri.
Jika kita benar-benar ingin memikirkan ini, kita bisa dengan mudah sebenarnya memutus mata rantai korupsi dengan cara yang cukup sederhana, yakni mengurangi jumlah anak dalam keluarga. Seorang kepala keluarga harus benar-benar memikirkan apakah dirinya sanggup.
Satu anak dan satu istri sudah cukup demi kebahagiaan keluarga tersebut, apalagi dimasa seperti ini, dimana penduduk sudah semakin membludak. Jika kita mau menekan itu, bisa jadi bibit-bibit untuk melakukan korupsi pun tidak akan pernah ada lagi.
Orang tua yang tidak perlu memikirkan keinginan anak yang mahal, apalagi banyak  akan bisa ditekan. Belum lagi, bagi seorang kepala keluarga, harus benar-benar meyakini, bahwa  membahagiakan dua orang saja, itu lebih gampang, dibandingkan harus membahagiakan lebih dari jumlah tersebut.
Sebagai kepala keluarga yang hanya memiliki satu anak dan satu istri, juga pasti akan mampu memberikan satu anak serta satu istri tersebut, semua apa yang mereka butuhkan, tanpa harus membagi lebih banyak lagi.
Mari kita sejenak mencoba untuk berandai-andai, bila seorang suami memiliki uang Rp. 3.000.000,- dan ingin membelikan seluruh keluarganya handphone, paling tidak seorang suami akan bisa memberikan satu anak dan satu istri serta dirinya sendiri handphone dengan standar harga Rp. 1.000.000-an. Dibanding harus membagi lebih dari itu, seperti dengan 2 anak 1 istri, atau mungkin 3 anak dan 1 istri. Kebahagiaan akan sangat sulit diraih dengan pembagian seperti itu.
Ini juga yang terjadi pada hampir seluruh kejahatan yang terjadi diluar dari korupsi, tidak cukupnya uang yang dimiliki dengan kebutuhan, dan keinginan dari seluruh keluarga yang menjadi penyebab semuanya berkembang.
Seperti perampokan, pencurian, penipuan, atau berbagai jenis kejahatan yang berkenaan dengan mengambil hak dari orang lain. Kebutuhan keluargalah yang menyebabkan itu semua terjadi.
Bahkan, dengan mengurangi jumlah keturunan tersebut, kita juga dapat membuat diri kita menjadi sebuah pembelajaran tidak langsung untuk anak, agar mereka dapat benar-benar menjadi generasi yang baru, yang benar-benar bebas dari korupsi.
Anak-anak identik dengan sifat meniru. Siapa yang bisa menjamin seorang anak koruptor, kelak tidak akan menjadi koruptor juga? Meski juga sebaliknya tidak ada yang pernah bisa menjamin seorang anak pemuka agama tidak akan melakukan tindakan korupsi di masa depan.
Namun, anak sebagai sosok yang suka meniru sudah akan pasti mendapatkan masukan yang lebih besar dari orang tua mereka. Jika seorang ayah sudah menjadi orang yang bersih dan tidak menyentuh area korupsi, bisa jadi anak akan belajar bagaimana agar bisa menjadi seperti ayahnya, atau bahkan lebih baik dari ayah si anak tersebut.
Ini juga yang harus menjadi pemikiran bagi anak muda saat ini, pemikiran untuk benar-benar merencanakan dan mempersiapkan masa depan. Kita sebagai kaum muda yang nantinya akan meneruskan perjuangan bangsa, paling tidak harus memutus mata rantai ini langsung, dengan cara membatasi jumlah keturunan maksimal 2 anak cukup.
Sungguh, efek dari kurangnya jumlah keturunan, pasti akan membuat keluarga kita kelak akan lebih baik dan lebih sejahtera. Anak muda sekarang juga sudah tidak perlu lagi takut akan kehabisan uang, atau kelak tidak menjadi orang yang mapan. Mengurangi jumlah keturunan, akan membuat kita terjaga dan terhindar dari ketakutan itu sendiri.
Yang terpenting adalah terencananya masa depan kita dari usia pernikahan, lalu berapa jumlah anak yang akan dimiliki, serta merencanakan juga kebahagiaan kita sendiri.
Memang sedikit berbeda dari cara pada umumnya. Namun, cara sederhana dengan mengurangi jumlah keturunan ini, akan setidaknya dapat membantu Indonesia untuk lepas dari jerat korupsi.
Kita harus mau mulai membuka pikiran kita, mau membuka hati dan mau memahami masalah kita saat ini. Dulu dan sekarang sangatlah berbeda, saat ini bumi kita memiliki jumlah manusia melebihi kapasitas seharusnya. Perlu diingat lagi, semakin banyaknya orang, maka semakin sulit juga kita memenuhi kebutuhan kita.
Sehingga, satu-satunya cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mengurangi jumlah penduduknya.
Pilihan kembali kepada tangan kita masing-masing, namun akankah kita mau melahirkan generasi yang kelak akan merusak nama baik Indonesia dimata dunia?
Maukah kita menciptakan generasi yang kelak akan merusak nama baik keluarga kita?
Maukah kita kelak akan disalahkan oleh orang banyak karena telah melahirkan generasi perusak?
Dan yang paling terpenting, akankah kita kelak mau diminta pertanggung jawaban oleh Yang Mahakuasa karena sudah tidak mampu menciptakan sosok keturunan yang baik?
Kita tidak akan pernah bisa merubah nasib keterpurukan bangsa kita, jika kita tidak mau terbuka. Mungkin cara sederhana ini akan memperbaikinya, meski sedikit sulit, namun percayalah, kelak pasti akan bisa.
Ingat, Indonesia menunggu itu. Pejuang kita, menunggu perubahan itu. Negara kita, menunggu generasi baru.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Artikel Motivator Muda Kependudukan Tahun 2016

Pandu Pratama Putra

0 comments:

Post a Comment