Dia terlihat binggung,
hatinya tidak tahu untuk siapa. Dia telah dihadapkan pada pilihan yang rumit,
antara pria yang telah menyakitinya, atau pria yang baru saja datang dan
langsung mencintainya. Ia terlihat menunggu hujan reda malam ini.
Sedari tadi, ia hanya
melihat kearah jalan dari dalam kamar kontrakan kami. Ia seperti menunggu
seseorang yang akan datang dan mengetok pintu kontrakan kami. Ia makin terlihat
binggung, setelah semalam, dua pria yang membuatnya binggung, sama-sama
menyampaikan rasanya tepat di hari yang sama, dan membuatnya semakin tidak
karuan.
Aku hanya bisa mengetahui
sebatas itu, selebihnya apa yang ia lakukan, tidak aku ketahui lagi. Semenjak
bangun pagi tadi, ia sudah terlihat aneh, dan seperti gusar menanti sesuatu
yang dia sendiri susah untuk menjawabnya.
Aku hanya teman satu
kontrakannya, dahulu kami tinggal di kontrakan yang kecil ini berempat, namun
karena dua teman kami telah dropout akibat tidak tahan dengan kerasnya
kehidupan kuliah, sekarang tinggal kami berdua yang tinggal dikontrakan ini.
Kebetulan kami satu
fakultas, satu prodi, serta satu kelas pula, jadi ikatan batin kami sudah
seperti bukan teman saja, melainkan seperti sudah saudara, karena dirumah kami
bersama, dan di kampus juga demikian.
Tapi, Key bukan seorang
wanita yang mudah, pikirannya terlalu rumit untuk beberapa teman lainnya.
Terkadang dia menjadi salah satu wanita yang paling menyebalkan, karena
pikirannya yang kadang melompat-lompat seperti kijang. Tapi kadang juga Key
membuat teman-teman yang lain gusar, karena kehidupannya yang aneh.
Dia wanita cantik
keturuan Arab – Indonesia, ia lahir dan dibesarkan dalam lingkungan kehidupan
yang keras, kehidupan keluarganya yang tidak harmonis, mungkin membuatnya
menjadi seperti saat ini.
Jangankan yang tidak
tinggal serumah dengannya. Aku saja sebagai seorang teman yang sudah seperti
saudaranya sendiri, terkadang masih sering mengatakan bahwa “Pikiran mu terlalu
rumit untuk kebanyakan orang Key”.
Tapi dua pria ini,
apakah mereka yang mebuat Key sampai sejauh ini ?
Pitra adalah pria yang
selama ini mengisi serta merusak hati Key, pria berkacamata yang wajahnya pun
tidak seberapa mantap itu, telah menjadi sosok yang membuat hidup Key bermakna.
Ia hadir ketika Key bersamaku menyaksikan pentas drama di taman kesenian dekat
kampus kami.
Pria itu langsung
membuat Key jadi jatuh hati, membuat Key kadang rela tidur bermalam-malam,
hanya untuk membalas chat pria itu. Pitra mungkin adalah satu-satunya pria yang
beruntung dari banyaknya pria yang jatuh hati pada Key, karena Pitra mampu
membuat Key menerima Pitra apa adanya.
Akupun tak tahu apa
yang istimewa dari Pitra, tapi yang jelas, Key telah menjadi kekasihnya. Aku
juga turut bahagia kala itu, karena bagiku, ada yang bisa dan paham dengan
jalan pikiran Key yang rumit, apalagi mampu menjadikan dia kekasih dan Key tak
bersedih lagi, itu artinya juga membahagiaakan hatiku, sebagai sahabatnya.
Key menikmati
kehidupannya bersama Pitra, namun entah kenapa, suatu hari Key mendatangi
kamarku, dan menangis memberitahukan bahwa Pitra baru saja memutuskannya.
Padahal saat itu, aku baru saja bangun pagi dan belum sempat mandi untuk pergi
ke kampus.
Kehidupan bahagia itu
sungguh tidak lama, seminggu ku rasa, atau kurang, akupun lupa. Intinya Pitra
telah menyakiti hati Key.
Key menangis begitu
dalam, aku sebagai seorang wanita sama seperti Key, juga merasakan kesedihan
itu. Tapi yang tidak kupahami dari Key adalah satu. Meski begitu, dia tetap
sayang dan tetap mencintai Pitra.
Beberapa hari
setelahnya, Key masih sering berkata padaku, bahwa ia akan tetap menerima Pitra
jika Pitra masih menembaknya kembali. Aku ingin bilang kalimatku tentang
pikiran Key yang rumit, namun entahlah, aku tak ingin merusak kebahagiaan
temanku yang satu ini.
Dan benar, Key dan
Pitra kembali bersama. Malam itu pria pesakitan itu kembali menembak Key dengan
cara yang sama, melalui chat sosial media yang sama, Key kembali senang, dan
menerimanya. Ku pikir itu menjadi kali kedua yang tidak akan disia-siakan oleh
pria itu untuk mendapatkan hati Key, namun dugaan ku salah, pria itu kembali
memutuskan Key dengan cara yang sama pula di waktu yang sangat ekstrim, yakni
pagi harinya.
Jika aku jadi Key,
mungkin aku akan melupakan pria bajingan itu sekarang juga. Tapi Key tidak, aku
tak tahu pria itu memakai jimat apa, tapi sungguh, jika benar iya memakai
jimat, jimatnya sangat mempan dengan Key. Meski begitu, sakit hati yang ada,
tidak pernah bisa membuat Key menghapus nama Pitra dihatinya.
Key sakit hati, tapi
tetap mencintai.
Suatu malam yang indah,
aku bertemu dengan kawan baruku Defri. Defri baru kukenal saat sama-sama
mengikuti suatu kegiatan camp antar pemuda di kota kami. Dia pria rame yang
suka merusuhkan keadaan sekitar. Ia kadang menjadi ice breaking, kala suasana
membeku akibat tidak punya bahan diskusi.
Defri berkacamata pula,
dia adalah pemain gitar handal yang baru aku kenal. Jari jemarinya sungguh
indah kala menekan fret demi fret gagang gitar. Akustik, listrik, semua dimakan
olehnya. Kalau boleh aku lebay sedikit, mungkin dia setara kemampuannya dengan
pemain gitar terhebat di dunia yang pernah aku tau, yaitu Rhoma Irama.
Dia pemusik yang
memiliki ambisius, dan dia mengajakku untuk bermain satu band dengannya. Dia
tertarik dengan suaraku yang indah, katanya.
Malam itu pertemuan
kami pertama kali untuk berdiskusi tentang band. Defri membawa temannya Nico
sebagai drummer, sedangkan aku ditemani oleh Key bertemu dengan Defri.
Malam itu perbincangan
kami sangat hangat, tatapan mata Defri ke Key memang beda. Namun Key ke Defri,
mungkin biasa saja. Aku merasakan ada yang beda di harapan Defri, mungkin jatuh
hati pada Key, atau entahlah, yang jelas, selepas malam itu, Defri langsung
meminta kontak Key untuk berkomunikasi.
Aku memiliki harapan
besar dengan Defri. Karena aku yakin Defri terbaik untuk Key, namun Key
tetaplah Key, dia punya hati yang rumit untuk ditebak. Tidak tahu untuk siapa,
tapi yang ku tahu adalah Key pasti akan mendapatkan yang terbaik.
Defri mungkin pria yang
tidak malu-malu seperti Pitra, baru dua hari ia mengenal Key, Defri sudah berani
mengajak Key makan bersama. Meski sederhana hanya sebatas nasi goreng dipinggir
jalan, tapi pergerakan Defri, cukup bisa dibilang gesit untuk perkenalan yang
begitu singkat.
Aku hanya tahu sedikit
tentang Defri, dia hanyalah pria yang suka disakiti banyak wanita, ditinggalkan
begitu saja, atau bahkan ditolak begitu banyak. Terlatih patah hati, mungkin
itulah dia. Dia selalu tersenyum dikala mengingat semua wanita yang pernah
pergi meninggalkannya. Wanita-wanita yang meninggalkannya mulai dari sekedar
wanita itu tidak suka jika melihat Defri jalan dengan membawa tas kecil, sampai
pada permasalahan beda agama.
Aku hanya berharap Key
dapat membuka hatinya untuk Defri, setidaknya Pitra sudah tak terlalu baik
dimataku untuk Key.
Seminggu mereka
berkenalan, sudah tiga kali Defri mengajaknya jalan, tidak hedon, hanya sekedar
makan pinggir jalan, dan menonton pertunjukkan seni di taman kesenian. Aku
selalu tersenyum dikala Key, mau diajak Defri jalan bersama.
Tapi disisi lain, aku
jadi merasa takut dan kasian pada Defri. Karena aku yakin dan percaya, bahwa
Key masih belum bisa melupakan Pitra, dan mungkin, jika Pitra kembali datang
dan menyatakan cintanya pada Key, Key pasti akan ketiga kalinya merima Pitra. Semoga
tidak, tidak, tidak, tapi ternyata iya.
Tepat dua minggu Defri
dan Key berkenalan, malam itu Pitra kembali seperti biasa, datang dan mengatakan
hal yang manis dan selalu meluluhkan hati Key. Key kembali di tembak dengan
cara yang sama untuk ketiga kalinya.
Dan dihari yang sama
pula, Key baru saja mendapatkan pernyataan cinta dari Defri, setelah mereka
berdua baru saja menonton film di bioskop. Defri tidak langsung mendapatkan
jawaban, namun tidak dengan Pitra.
Kadang dunia tidak
begitu adil, begitu juga dengan cinta. Dengan cara yang sama, dan dengan cara
yang tidak begitu istimewa, Pitra kembali diterima oleh Key untuk ketiga
kalinya.
Ada satu rasa yang
menusuk hatiku sebagai seorang sahabat Key, ingin mengatakan pikirannya yang
rumit, namun sekali lagi aku hanya teman yang tidak mampu berkata lebih apalagi
urusan cinta.
Namun pagi ini, awan
yang menangis, membuat dia terlihat sedih. Tidak, Pitra tidak kembali
memutuskannya melalui chat media sosial, tapi entah mengapa, kulihat Key begitu
merasakan ada kesalahan besar dipikirannya.
Rencananya malam ini
dia akan jalan bersama Pitra, tapi hujan seperti mengalangi rencana manis itu.
Dia bersedih bukan karena mungkin rencannya akan gagal bersama Pitra, tapi ada
sesuatu, aku rasa ada sesuatu.
Tak lama Key turun,
ketika melihat motor Pitra bersama orangnya datang. Tidak ada kebahagiaan, muka
Key datar penuh beban. Ia turun dan membukakan pagar untuk Pitra agar bisa
berteduh sejenak dibawah halaman kotrakan kami.
Entah mengapa kakiku,
seolah memerintahkan untuk turun tangga lantai dua kontrakan kami, dan kulihat
Pitra telah masuk kontrakan diajak Key duduk di ruang tamu. Tapi belum saja
mereka duduk, motor butut Honda impressa di bawah hujan datang ke rumah.
Aku bergegas mendatangi
orang asing tersebut, matanya terlihat lebam seolah habis menangis, diguyur
hujan mungkin air matanya telah habis.
Motor itu aku kenal,
motor butut sederhana itu adalah milik Defri, tapi entah mengapa orang yang ada
diatasnya, sama sekali bukan Defri.
Pria itu mendatangi ku,
dia mencari Key, namun ku katakan bahwa Key sedang ada tamu. Lalu pria itu
mengatakan sesuatu yang membuat sekeliling hujan seraya berhenti ikut
mendengarkan perkataan orang asing ini.
Setelah ia selesai
berbicara, aku langsung memalingkan badanku ke arah pintu kontrakan yang masih
terbuka, melihat sosok Key dan Pitra yang entah dari kapan sudah berdiri di
depan pintu masuk seolah menunggu orang asing itu selesai berbicara.
Dengan lantang aku
berteriak tanpa sadar hujan semakin deras.
“KEYYYYY, pikiran serta
hatimu terlalu rumit! kau mencintai orang yang salah! kau baru saja melupakan
orang yang baru saja berusaha mendatangimu hari ini, dia telah ditelan hujan
malam ini, dan bercinta dengan jalan. Otaknya pecah dan dia telah mati!”
Key menatap mataku
dalam dari kejauhan, tanpa sadar, sekarang hujan itu telah pindah ke dalam mata
Key “Defri!!!!” tangisnya.