Pages

Labels

Saturday, 12 December 2015

Lupa Bahagia

Kamar ini terasa hambar, sepertinya kekurangan MSG atau kekurangan garam dan mungkin tidak ditambahkan gula sedikit. Belum lagi kamar ini terasa penuh dengan keluh kesah ku selama ini, entah apa kata jam dinding jika dia bisa bicara mungkin sudah muak dengan keluh kesah ku selama ini yang selalu tercurah dan aku ucapkan dalam doa ku tiap aku menemukan kegagalan.

Iya benar, bukan cuma jam dinding, mungkin juga sejadah, sarung bahkan mungkin Tuhan telah bosan memberikan ku petunjuk kebenaran, namun aku tidak pernah mengiyakan petunjuknya.

Malam ini aku terbaring lagi, selepas semua perkara malam ini membebani seluruh kepala ku. Aku tak bisa mengeluarkan air mata, aku juga tidak bisa menangis, karena mungkin sudah terlalu letih kepala dan hati ini bercengkrama menentukan jalan keluar yang bisa di dapatkan.

Aku kembali terperangkap dengan hobi yang sudah menjadi beban di kepala ku.

Aku ingat pertama kali aku bernyanyi dulu, kala itu aku cukup bahagia dan ketika aku turun panggung, semua orang menyoraki ku tanda mereka sangat menikmati suaraku.

Aku mulai memutuskan untuk tetap menjadi seorang penyanyi, kala itu aku sudah cukup yakin, barangkali aku jodoh jadi seorang penyanyi. Lalu aku mulai ikut dalam satu sanggar milik opa Jeff penyanyi profesional yang baru saja membuka lembaga latihan vokal di dekat rumah ku.

Aku tak menyangka, ternyata dalam dunia tarik suara semua penuh dengan teknik, nada musti di pikirkan, tempo musti benar-benar terukur, teknik pengambilan suara juga harus, dan seluruhnya harus di dahului dengan nafas yang baik.

Aku mulai merasakan bahwa aku bertambah ilmu dengan semua ini, namun secara tidak langsung juga aku merasa feeling alamku juga makin pudar, dan aku menyanyi sudah tidak untuk jiwa ku lagi. Aku menyanyi seolah di atur oleh aturan opa Jeff.

Entahlah apakah ini baik, atau tidak. Namun yang jelas, aku semakin tidak pede, aku semakin tidak yakin dengan suaraku. Karena dikala aku merasa suaraku bagus, opa Jeff malah berkata sebaliknya. Di kala esoknya ku pelajari lagi apa yang diharapkan opa Jeff untuk ku, dan ku lakukan sarannya, hasilnya tetap aku yang salah, karena sekali lagi aku mulai terbebani standar beliau.

Aku mulai kehilangan aura ku sebagai seorang penyanyi. Aku seperti bukan lagi menjalankan hobiku.

Aaaahhhhhh !!!!!!!! Siapa bilang menyanyi itu mudah ?
Ucapku retorika pada penghuni kamar yang semuanya benda mati. Hanya cicak kecil saya yang tidak mati, tapi boro-boro njawab, bersendawa saja cicak itu butuh perjuangan.

Aku terpaku menatap atap, dan seolah atap itu mengingatkan ku akan kewajiban ku yang sebentar lagi akan tiba. Aku musti lolos masuk audisi menyanyi nasional yang acaranya selalu meledak di TV, Indonesia Lidol katanya.
Namun apakah aku bisa ? Mengingat belakangan ini, setiap aku menyanyi, selalu saja terlihat seperti banyak beban ku pikul. Benar, ilmu ku semakin tinggi namun itu tidak sepadan dengan feel ku yang semakin hilang.

Belum lagi, opa Jeff sedikit mengancamku, dan mengingatkan ku pada estimasi yang telah ku lalui bersama sanggar miliknya ini. Tak di pungkiri, aku sudah nyaris dua tahun belajar disini, namun aku masih belum bisa sukses. Sedangkan Fero anak baru empat bulan, sudah bisa membanggakan dan selalu membuat senyum opa Jeff dikala Fero selalu menang lomba tingkat provinsi. Aku bukan berarti tak ikut, aku ikut juga, namun selalu mentok di juara ke 5, tidak bisa lebih, namun bisa lebih di bawahnya.

Aku semakin terlelap, karena ini mungkin akan menjadi kompetisi menyanyiku yang terakhir. Entah apa yang harus aku perbuat, aku semakin merasa gagal, dan semakin merasa tak bisa berdiri. Kalo esok aku audisi, satu pinta ku pada bintang malam ini, aku hanya ingin tampilkan yang terbaik, dapat komentar tak perlu bagus-bagus, tapi aku bisa pergi dari tempat audisi dan pulang serta mengakhiri beban ini dengan senyum.

Sebenarnya aku masih cinta dengan dunia ini, namun entah kenapa aku jadi merasa aneh saja, awalnya aku masuk dengan bahagia, kenapa semakin kesini aku jadi lupa bahagia ?

Apakah manusia akan lupa bahagia ketika terlalu banyak target di kepalanya ? Ataukah manusia akan lupa bahagia ketika dia merasa gagal dari teman-temannya ? Apakah manusia akan lupa bahagia karena bahagia yang ia cari bukan di situ tempatnya ?

Bahagialah ! Jangan sampai lupa bahagia !

Aku mengkahiri nafas ku untuk malam ini.
Semoga aku tenang !

0 comments:

Post a Comment