Pages

Labels

Tuesday, 29 December 2015

Kucing Perusak



Dihembuskannya kepulan asap sial itu dari mulutnya, dia tak suka seperti itu. Tapi, ketika lelah sudah menghampirinya tanpa ampun seperti hari ini, kepulan itu, akan terjadi, ya..... paling-paling hanya dua sampai tiga hisapan, setelah itu, rokok yang bermerk urutan angka seperti film WiroSambleng itu segera ia matikan.

Dia bukan perokok memang, namun hidupnya tidak terlalu sehat. Ia masih muda, namun sudah memiliki pekerjaan yang cukup berat, maklum dia harus produktif dan menunjukkan kinerja keras supaya nanti diumur yang sudah agak tuaan, dia sudah mampu menjadi bos di perusahaan tempat ia bekerja.

Ia terduduk di sofanya ketika jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, dia nyalakan TV 21 inch miliknya, sembari tetap menempelkan seluruh badannya disandaran sofa. Acara TV malam seperti ini benar-benar tidak ada yang mendidik, channel yang satu nyiarin sinetron, channel satunya lagi nyiarin joget-joget, channel berikutnya nyiarin berita ngedukung pemerintah, dan channel satunya lagi malah ngehunjat pemerintah.

Andai kata bukan karena letih, mungkin ia akan membaca buku saat ini, karena satu-satunya yang bebas dari hal bodoh seperti di TV hanyalah buku, sayang, matanya sudah terlalu bosan melihat deretan huruf dan angka pada halaman buku.

Dia biarkan TV menyala, namun pikirannya melayang kemana-mana.

Selain menonton TV, serta menghisap rokok, satu lagi yang biasa ia lakukan untuk membunuh kelelahnya, yakni memikirkan beberapa wanita yang dekat dengannya.

“Alicia”, kata Erman dalam hati. Alicia adalah wanita yang manis, teman satu kantornya. Dia baru dua bulan ini masuk kerja, menggantikan Ibu Reti yang terlalu tua untuk pekerjaan yang cukup banyak, selain cukup tua ibu Reti mengundurkan diri karena tiba-tiba dia terserang penyakit yang cukup mengejutkan, sebelum di vonis dengan stadium yang terlalu tinggi, ia pun memutuskan untuk resign. Yap, ibu Reti terserang penyakit flu, kadang flu bagi orang yang terlampau tua memang seseram itu.

Selain Alicia baru dua bulan ini masuk kantor, baru dua bulan ini juga Alicia sudah masuk kedalam hati Erman. Dari awal dia masuk kantor, dia sudah mulai tertarik menatapnya, bibirnya yang tipis, dengan lipstik pink yang tipis pula, membuat Erman kadang suka memikirkan hal-hal jorok kalo bertemu dengan Alicia.

Rok hitamnya yang pas selutut dan ketat, kadang membuat hatinya dagdigdug. Bukan tanpa usaha, Erman tidak membiarkan Alicia berdiam begitu saja di luar hatinya, bahkan Alicia sudah masuk, dan menetap di dalam hatinya.

Baru sebulan kenal, Erman sudah mampu membuat Alicia jatuh hati. Maklum dia sudah ditakdirkan Tuhan untuk tampan, rambutnya yang gampang untuk di sisir rapi ke belakang dengan tambahan pomade membuat wajahnya terlihat ekslusif. Kacamatanya yang besar namun elegant, membuat wajahnya makin terlihat maskulin, apalagi jenggot tipisnya yang rapi, menambah nilai lebih pada wajahnya.

Badannya memang tidak atletis, maklum, dia bukan orang yang suka olahraga. Tapi wanita tidak pernah memikirkan itu, yang paling penting bagi wanita-wantia yang Erman dekati adalah, dia, orang yang sangat jago menggoda. Wanita akan cepat leleh dengan goda-godaanya yang jitu itu, termasuk juga Alicia.

Alicia bahkan sudah tau bahwa Erman suka padanya, dan itu yang membuat Alicia sempat memberikan apa yang dia punya pada pria itu. Saat kantor kosong, dan kebetulan Alicia dan Erman sedang lembur bersama, sebelum pulang, dia sempat berpapasan dan ngobrol sebentar di dapur, sekedar menaruh gelas bekas kopi peneman lembur malam itu.

Obrolan yang santai serta ditambah dengan goda-godaan jitu Erman, membuat Alicia luluh, bahkan tak di sangka, Alicia memberikan kecupannya pada Erman. Pertama Pipi, lalu naik dahi, dan merampat hingga pada kecupan nafsu ke bibir Alicia. Andai, bukan karena kucing hitam jomblo yang selalu berkeliaran di kantor tidak menggangu kemesraan itu, bisa jadi mereka akan bercinta di sana. Ternyata masih ada yang ingin menolong mereka.

“Sial”, Katanya sedikit kesal, sembari menatap langit-langit  rumah dikala berkhayal.

Selepas kejadian itu, Alicia berubah total. Setiap bertemu dengannya, Alicia selalu menghindar dan seolah tidak kenal dengan sosok Erman. Entahlah, apakah dia marah karena Erman tidak menyelesaikan tugasnya malam itu. Tapi yang jelas, malam itu memang salah Erman, karena Erman lebih baik tidak bahagia sama sekali, ketimbang harus bertemu dengan kucing.

Kenyataan pahit memang harus Erman pikul, bahwa hidup mengatakan, Erman phobia terhadap kucing sejak SD.

Mungkin Alicia ilfil, karena Alicia nggak mau punya pendamping hidup seorang pria yang tidak berani dengan kucing. Tapi, Erman tidak memikirkan itu.

“Alicia.....Alicia....Untung ada Tika yang datang menghiburku”, kembali Erman melayang memikirkan tentang Tika, wanita yang tinggal tidak jauh dari rumahnya, hanya sekedar 2 gang dari tempat tinggal Erman.

Saat Erman sedang asik mengerjakan tugas kantor di salah satu minimarket sembari meminum beberapa softdrink, snack kacang-kacangan, dan permen kaki, wanita itu tiba-tiba duduk di meja Erman.

“Boleh saya gabung di meja ini? Kebetulan meja lain penuh, dan saya liat mas sendirian aja, apakah boleh saya duduk?”, katanya pada Erman yang sedang sibuk mengutak-atik kerjaanya di macbook putih miliknya.

“Silakan saja”, sambut Erman manis.

Ternyata Tika adalah seorang mahasiswa S2 yang kebetulan menyewa rumah di dekat rumah Erman. Selain mahasiwa, dia juga bekerja sebagai seorang desaigner lepas untuk beberapa perusahaan di luar negeri. Beberapa desaignya memang sangat menggoda iman, saking luar biasa indahnya. Tapi, bukan cuma hasil desaignya saja, diapun, juga suka menggoda iman, saking mempesonanya.

Tika adalah seorang wanita yang memang sedikit agak tomboy, rambutnya yang bob sebahu, badannya yang sedikit berisi, dan selalu mengenakan celana, membuat ia terlihat bukan seperti wanita pada umumnya, namun, auranya tetap anggun.

Erman bahkan sempat beberapa kali mampir kerumahnya, dan kebiasannya yang selalu menggunakan celana super pendek kalau berada di rumah, dan selalu menggenakan kaos putih polos, kadang membuat otak Erman yang nista itu, selalu di paksa berputar-putar keras ke angkasa.

Tak cuma Erman saja, mungkin Tika juga begitu, entah apa setiap orang yang datang kerumahnya selalu disuguhkan dengan pakaiannya yang seperti itu, atau hanya pada Erman, tapi jujur, itu semacam kode yang diterima baik oleh Erman.

Bukan kesempatan yang disia-siakan oleh Erman, sebagai pria kotor yang suka mengkhayal, dikala hujan datang dan ia terjebak dirumah Tika, iapun mendapatkan apa yang ia dapatkan dari Alicia. Kecupan pipi, dahi, serta bibir dari Tika didapatkan Erman di ruang tamu rumah yang memang hanya ditinggalin Tika sendirian.

Di kala baru saja Erman mencoba melucuti bajunya, dan ingin melanjutkan ke celana, tiba-tiba saja ada aungan kucing yang ternyata peliharaan baru Tika, Erman lalu lari terbirit-birit dan meninggalkan rumah itu dibawah guyuran hujan sembari telanjang dada, kembali kerumah dan melupakan semua tentang Tika.

“Hahahaha, Bodohnya aku, kenapa harus selalu takut dengan kucing. Padahal aku bisa mendapatkan kebahagiaan dua kali, andai saja tidak ada kucing mengganggu ku hari itu.”

Pria itu kembali menarik nafas panjangnya, mengepulkan ke udara, meski sudah tidak ada lagi asap di dalamnya, dia memikirkan betapa kotor pikirannya.

“Apakah aku masih bisa membersihkan semua ini? Mungkinkah Tuhan mengampuni dosa-dosaku?”, ujarnya dalam hati, mengelah nafas panjang, dan kembali membuangnya.

Tak lama, ada sosok wanita kurus dengan tinggi yang sama seperti Erman. Mendatangi ruang TV dan tiba-tiba mematikan TV, dan berdiri dihadapan Erman.

“Jangan dibiasakan deh, kalau pulang itu enggak salam. Salam kek, atau berusaha bersuara, atau apa gitu, biar kaga kaya hantu yang lagi kalah pamor sama serigala.”

“Iya deh, maaf... Si Rasya udah tidur ?”, ujar Erman pada wanita itu.

“Udah, barusan aja, kasian tu, abis pulang dari sekolah tadi, badannya langsung nggak enak. Ya udah, aku masuk kamar duluan ya.”, ujarnya sembari menuju ke kamar tempat biasa Erman tidur, sebelum masuk ke kamar, ia kembali menoleh menatap Erman, diam sebentar, lalu berkedip.

Erman langsung berdiri, dan menarik dasinya dari baju, dan mulai membuka kancing-kancing baju biru mudanya, sembari masuk ke kamar tempat wanita tadi masuk.

“Nampaknya aku akan bermain malam ini sembari memikirkan dua wanita itu, kuharap tidak ada kucing malam ini, karena aku tau, keluarga kecil ku ini tidak ada yang suka dengan kucing.”, ia masuk dan mengunci pintu kamarnya rapat-rapat.

2 comments:

  1. Hahaha, kayaknya kucing itu dikirim sama Tuhan. hhehe.... :v

    Salam kenal, bung.
    http://penjajakata.com/

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya begitu bung, siap... Walking on the way

      Delete